Buku
ini menggaris bawahi peranan-peranan yang muncul dalam era globalisasi dengan
melakukan penjabaran globalisasi dari mulai dampak, pengaruh, dan kubu-kubu
yang berseteru itu sendiri, dengan menggunakan kata kunci: globalisasi,
imperialisme, dan kapitalisme. Pendapat-pendapat didalam buku ini dikelompokkan
menjadi dua garis besar perspektif secara ilmiah dan teoritis. Penjabaran
materi, isu, dan paradigma pemberontak tersusun dalam 11 bab. Globalisasi,
imperialisme dan kapitalis menjadi 3 benda yang harus dicari korelasinya untuk
menemukan kedudukan antara ketiga pihak melalui berbagai perspektif sehingga kumpulan
perspektif yang ada akan memicu penganalisisan sistem kapitalis secara
struktural. Dimana nantinya serangkaian sistem ini akan mampu membuat penjara
‘maya’ yang mampu dengan seolah-olah memasang secara paksa sebuah ‘chip patuh’
yang berisi data-data program mengenai sistem kapitalis yang mau tidak mau
terpasang pada tiap individu. Tentunya kehadiran sistem ini menghadirkan
kontradiksi berupa kekuatan oposisi dan resistansi yang berlawanan dengan
realitas globalisasi. Kehadiran ‘chip patuh’ untuk dipasang kedalam setiap diri
individu secara tidak sengaja disetujui oleh individu karena para pemegang
modal yang mengaku memiliki kekuatan untuk mengendalikan itu mengusung nama
besar ‘pembangunan’ dan ‘kerja-sama’ yang dirangkai dengan struktur kalimat
harapan ‘kerjasama untuk pembangunan’ yang menggelitik untuk dikaji sebagai
politik bahasa dari bahasa politik yang nampak seperti saudara kembar yng
tinggal dalam satu rumah. Kehadiran politik bahasa yang muncul sebagai salah
satu bias dari fenomena globalisasi adalah adanya pengaburan politik dengan
menggunakan bahasa untuk menimbulkan citra positif atas realitas-realitas yang
buruk, dan hal ini terjadi di banyak tempat seperti: transisi kapitalisme di bekas Uni Sovyet,
penjarahan ekonomi Rusia oleh investor-investor asing yang mengakibatkan
katastrofis namun disamarkan dengan politik bahasa sebagai ‘reformasi ekonomi’.
Fenomena
yang terjadi tersebut kemudian memunculkan pertanyaan dalam hal kerja sama dan
pembangunan seperti: 1) kerja sama untuk apa? Dengan siapa, dan dalam kondisi
bagaimana?, 2) Pembangunan yang dikaji mengenai siapa mendapat apa, dimana, dan
bagaimana?, kedua kubu pertanyaan ini digunakan sebagai alat untuk mencari
keadilan yang sebenarnya keadilan hadir sebagai ‘kebebasan berdagang’
kelas-kelas yang dominan. Jadi, adilkah ini dimata kaum proletar?. Dalam bidang
peng-kerja sama-an dalam globalisasi tidak merepresentasikan bantuan keuangan
untuk mengubah struktur-struktur yang ketinggalan zaman dan eksploitatif (222)
namun berkaitan dengan adanya keuntungan dari hasil tanam ivestasi yang berupa
keuntungan dari perjanjian kerja sama dengan perusahaan-perusahaan
transnasional dari negara donor. Pembangunan dipahami sebagai pertumbuhan
ekspor (223) yang ditumbuhkan oleh industri. Pertumbuhan ekspor ini dibeli oleh
industri dengan menggunakan ‘biaya sosial’ dari ‘kemajuan pembangunan’ yang
berupa kebangkrutan kaum petani yang disebabkan oleh impor dan konsentrasi
tanah (223). Nilai keadilan yang dimengerti dalam era global ini melalui
pandangan alternatif adalah keadilan sebatas gaji atau upah bagi para buruh,
bukan investasi berupa penggemburan tanah ataupun peningkatan produksi makanan
berkualitas yang mampu merangsang kaum miskin urban untuk memiliki nilai gizi
yang layak demi keberlangsungan hidup kedepannya.
Suguhan
tabir isu global yang seakan menarik pemahaman mengenai globalisasi yang semula
dipahami sebagai arus perubahan mengenai inovasi terbaru yang bermanfaat bagi
kehidupan, dipandang sebagai arus yang menguntungkan, memudahkan akses dan
menyamarkan jarak. Dengan sekali tempo globalisasi disetujui oleh banyak pihak
karena fasilitas-fasilitas yang muncul dalam era ini, tapi sadarkah kita bahwa
globalisasi sebenarnya adalah proyek pengembangan dari modernisme yang berusaha
melupakan protes postmodernisme. Globalisasi muncul untuk memudahkan pasar
kapital yang mengatur arus perdagangan dunia dengan menggunakan tubuh berupa
‘proyek-proyek pengembangan kapitalisme’ dengan tangan-tangan berupa
modernisasi, industrialisasi, kolonialisme, dan pembangunan. Reformasi ekonomi
dielu-elukan untuk merangkul masyarakat dari berbagai kalangan agar mereka mau
bekerja sama demi kemajuan pembangunan bersama. Karena politik bahasa inilah
masyarakat menjadi limbung dan melepaskan prinsip-prinsip investasi lahan
karena sudah termakan bujuk rayu dari politik bahasa yakni reformasi ekonomi
yang tidak sesuai dengan makna tradisionalnya secara umum yakni redistribusi
pendapatan dan peningkatan kesejahteraan umum. Reformasi ekonomi muncul sebagai
hasil pengkaburan kapitalisme melalui eufisme-eufisme dan konsep-konsep yang
hanya sedikit berkaitan dengan realitas sosial dan politik yang mereka
diskusikan.
Globalisasi,
era dimana segala hal menjadi satu, melebur kedalam persamarataan yang
menyembunyikan realitas negatif dengan tirai keadilan yang diusung dalam konsep
kerjasama untuk pembangunan, membicarakan fenomena pasar saham bagi kaum elite
dengan menipu kaum buruh menggunakan keadilan yang semu berupa gaji yang lebih
besar dari sebelumnya namun tidak diberikan pemahaman mengenai investasi dalam
bidang yang mereka kuasai. Globalisasi merupakan era dimana satu individu secara
bebas terkunci dalam ciptaan inovasi dari kaumnya sendiri. Era dimana industri
berbicara dengan menggunakan politik bahasa untuk menyamarkan sisi kenegatifan
dari sebuah fenomena dengan dalih sisi positif dari sebuah temuan yang populer
di era global yakni ‘net’ atau jaringan. Internet merupakan temuan yang terus
dikembangkan semenjak ditemukan. Menurut penggalan katanya bila dikaitkan
dengan realitas sosial diadaptasi dari kamus bahasa inggris; inter
berarti mengebumikan atau menguburkan dan net adalah jaringan atau biasa
diartikan secara umum sebagai ‘jala’, jadi secara keseluruhan inter-net dapat
dikaitkan dengan pemahaman pengebumian jala, yang kemudian di turunkan maknanya
menjadi penanaman jaringan kedalam otak yang dewasa ini kemudian menjadikan
generasi kita tak bisa lepas dari inter-net. Inter-net dianggap sebagai dewa,
dielu-elukan sebagai benda yang mengetahui segala macam hal, yang kemudian tak
heran jika seringkali remaja melakukan protes terhadap sistem pengajaran dalam
sekolah dengan mengemukakan candaan dalam pembicaraan “ah gampang, cari aja di
internet pasti muncul”.
Globalisasi
muncul untuk menyamarkan bentuk, nilai, dan pada akhirnya untuk menciptakan
manusia patuh terhadap sistem, namun kemunculan globalisasi ini memiliki
kekurangan yang akhirnya menimbulkan kebebasan bagi kritikus yang memiliki
peran sebagai pengguna era global. Munculnya pasar bebas adalah dampak dari
kesemuan produk globalisasi dimana segala hal itu dapat memilki makna tersamar
jika tidak ada pemikiran kritis yang lebih lanjut. Dengan adanya cyberspace
dimana korban dari era globalisasi ini otak remaja dijajah, dijarah, dijaring
perlahan dengan diberi kenyamanan untuk duduk dan dihipnotis dengan kefanaan
yang muncul dalam dunia maya yang celakanya mereka terlalu nyaman dengan
kemudahan-kemudahan itu sehingga tidak dapat menggunakannya sebagai lecutan
untuk berfikir kritis dan kreatif.
Sebuah
era tentunya memiliki dua kubu yang mewarnai pegejolakan sebuah fenomena era.
Dua kubu ini hadir sebagai kubu kiri yang mulai sadar akan monopoli kapitalis
namun karena keterbatasan peralatan serang dan hanya bermodalkan demo untuk
mengusut keadilan yang mereka harapkan maka kubu kanan yang merasa memiliki
kekuatan kemudian melaksanakan sebuah strategi yang dengan terpaksa menggunakan
metode kekerasan saat dalam keadaan terjepit seperti ancaman akan kehilangan
kekuasaan. Kubu kanan akan terus menerus memperalat kubu kiri agar menjadi
patuh kepada aturan mereka dengan menggunakan strategi pemilu sebagai drama
mengenai pemilihan seorang pemimpin yang digambarkan sesuai dengan impian
masyarakat di kubu kiri, namun sebenarnya tidak. Pemilu di era globalisasi hanya sebagai alat untuk
“mengatur makroekonomi dengan dekrit-dekrit eksklusif yang berkolaborasi dengan
para penasihat internasional yang tidak terpilih, dan mempenetrasi mikroekonomi
komunitas-komunitas miskin dengan para fungsionaris kemiskinan dan
organisasi-organisasi non-pemerintahan yang didanai oleh swasta”, pengendalian
drama ini diatur dengan bukti adanya fenomena ‘pembelian suara’ saat hari-hari
kampanye menjelang pemilu.
Kesimpulan
dari buku ini berawal dari pertanyaan apakah dimungkinkan adanya gerakan
menghindari tirani globalisme, dengan apa? Jawabnya adalah Ya, langkahnya
adalah dengan menggunakan pendekatan perspektif bahwa negara adalah sebuah blok
‘bangunan kerajaan global’ kita dapat menghindar dari penjara cara berpikir
globalis dan memasuki wilayah aksi politik dan sosial.
Kontradiksi
yang muncul bersahut-sahutan ini memunculkan ide untuk menutup review dengan
pertanyaan dimana pertanyaan ini nantinya adalah sebagai kewajiban saya mencari
kebenaran dari hipotesa dalam pertanyaan saya sendiri. Pertanyaan itu adalah:
apakah sebenarnya para keturunan dari darah bangsawan penjajah yang dulunya
menjajah daerah dengan menggunakan kapal kemudian berlabuh, pada era sekarang
ini melalui teknologi penjajah melakukan penjajahan otak dengan menyebar
jaring-jaring maya keseluruh dunia agar kedepannya mereka selain dapat
menguasai pasar juga dapat menguasai stabilitas pemikiran manusia dengan
penanaman ‘chip patuh’ demi pemenuhan ekonomi yang dengan mudah dibeli oleh
kubu kanan?.
Arti kata menurut aplikasi KBBI Yufid
(Departemen Pendidikan Nasional Indonesia) di android:
Globalisasi : proses masuknya ke ruang lingkup dunia
Imperialisme : Sistem politik yang bertujuan menjajah negara lain untuk mendapatkan kekuasaan dan keuntungan yang lebih besar
Kapitalisme : Sistem dan paham ekonomi yang modal kegiatan perindustriannya bersumber pada modal pribadi atau swasta
Revolusi : Perubahan ketatanegaraan (pemerintahan atau keadaan sosial yang dilakukan dengan kekerasan (perlawanan bersenjata)
Kolonialisme: Paham tentang penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan maksud untuk memperluas negara itu.
Globalisasi : proses masuknya ke ruang lingkup dunia
Imperialisme : Sistem politik yang bertujuan menjajah negara lain untuk mendapatkan kekuasaan dan keuntungan yang lebih besar
Kapitalisme : Sistem dan paham ekonomi yang modal kegiatan perindustriannya bersumber pada modal pribadi atau swasta
Revolusi : Perubahan ketatanegaraan (pemerintahan atau keadaan sosial yang dilakukan dengan kekerasan (perlawanan bersenjata)
Kolonialisme: Paham tentang penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan maksud untuk memperluas negara itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar